Letter From Fathiya Az Zahra - Obertor 1 Wetter, Hessen, Germany


Assalamualaikum wr.wb

Teruntuk teman-teman, kakak-kakak, rekan-rekan Chapter Karawang tercinta...
Sempat saya membaca cerita, pengalaman yang dituliskan kakak-kakak & rekan sebelumnya,di blog Chapter Karawang ini, tetapi tidak sempat terlintas dalam pikiran saya untuk membaca tulisan saya sendiri di blog Chapter Karawang. Dan inilah saatnya, saya diberikan kesempatan untuk bisa membaca tulisan saya sendiri di blog Bina Antarbudaya Chapter Karawang.

Merupakan sebuah anugrah dan kesempatan yang luar biasa yang diberikan oleh Allah swt. Syukur Alhamdulillah dan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan sekalian yang telah mendukung, dan membantu serangkaian persiapan sampai dengan keberangkatan saya hingga saya bisa menuliskan cerita ini di sebuah negara di bagian tengah eropa. 

Syukur Alhamdulillah memperoleh kesempatan untuk belajar banyak hal di salah satu negara ‘kaya’ di eropa (di tengah gejolak ekonomi dan banyak negara eropa menjadi negara ‘miskin’), dengan begitu banyak sejarah sebagai saksi bisu atas kemegahan negeri ini. Kalau saya diberikan kesempatan untuk bercerita, maka tak terhitung berapa banyak halaman yang saya butuhkan untuk menuangkan hal-hal menarik selama saya disini. Tetapi kali ini saya akan berbagi cerita singkat beberapa hal selama kurang lebih 4 bulan saya disini.

Oke, hallo! Perkenalkan, saya Fathiya Az Zahra. Kelahiran 1 Juni 1994, asal sekolah sebelumnya SMA Labschool Rawamangun, dan bertempat tinggal di Kota Legenda-Bekasi Timur.

Saat ini saya bertempat tinggal di Wetter, negara bagian Hessen, Jerman. Gambaran nya, sekitar 100 km di utara nya Frankfurt. Salah satu negara bagian yang terletak di tengah-tengah Jerman. Saya bersekolah di kota lain yang berjarak sekitar 15 km yaitu di Marburg. Terletak di sebuah kota di utara Hessen, tidak sebesar Köln atau München tetapi sangat berkesan di hati saat pertama kali tiba di stasiun kereta dari Frankfurt Airport. Saya tinggal bersama keluarga Bernard dengan 2 saudara perempuan Laura(18 tahun), Carla(8 tahun) dan seorang saudara laki-laki, Sascha(17 tahun). Hostdad saya bernama Helmut Bernard, seorang dokter umum di Wetter, dan hostmom saya bernama Angelika Holl Bernard, dia pelatih senam gymnastik serta seorang konselor untuk new mother, dan dia juga aktif di beberapa kegiatan sosial. 

Pengalaman saat pertama kali tiba, culture shock itu langsung terasa buat saya, dimana saya terasa seperti terdampar di sebuah planet asing, yang tidak bisa saya ikuti perbincangan orang-orang di sekitar saya. Dimana saya tidak bisa mengikuti kebahagiaan yang spesial yang diraih oleh remaja-remaja disini.

Satu bulan pertama kehadiran saya di keluarga Bernard, setiap anggota keluarga yang berbicara selalu harus ngomong dua kali, dengan bahasa jerman (deutsch) untuk Carla (karena dia tidak bisa berbahasa inggris) dan dalam bahasa inggris untuk saya. Tetapi itu tidak berlangsung lama, karena pada bulan kedua saya dikejutkan dengan peraturan dari keluarga yang memberlakukan penggunaan bahasa jerman, egal apakah saya ngerti atau nggak. Setiap kali saya nanya apapun, mereka selalu berusaha menjelaskan dalam bahasa jerman juga, tidak berusaha untuk menerjemahkannya dalam bahasa inggris. Dan memasuki bulan kedua ini, saya mulai masuk kedalam zona kritis, dimana saya hanya punya kosa kata deutsch yang terbatas, dan itulah yang bisa saya ulang-ulang penggunaannya, dengan kata lain ‘maksud tak sampai’. Pengen ngomong sesuatu yang panjang lebar, terbatas, karna saya nggak tau kata apa yang harus saya sebut. Dan Helmut lah yang paling sensitif, karena dia nggak mau menanggapi jika saya berbicara dengan bahasa inggris. Tapi in-fact Laura dan Sascha kadang suka nyolong-nyolong ngomong pake bahasa inggris ke saya (mungkin karna saking keselnya, karna saya nggak ngerti-ngerti setiap ngobrol sama mereka). Setiap kali ngeliat orang ngomong itu, seperti nonton film Jerman tanpa subtitle, tetapi perlahan, semakin kesini subtitle itu mulai tampak, seperti layaknya bayi yang baru bisa melihat warna-warna terang. 

Saat hari pertama tiba, esok harinya saya langsung memulai deutsch kurs (kursus bahasa Jerman) selama kurang lebih 3 minggu, yang seharusnya 4 minggu (tetapi grup dari Indonesia terlambat tiba seminggu dari yang lain, karna satu dan lain hal). Oke, karena deutsch kurs ini wajib yang merupakan salah satu program dari AFS Jerman, jadi saya menangguhkan sekolah sampai dengan berakhirnya Herbstferien (libur musim gugur). Disini saya bersama dengan 8 orang siswa pertukaran pelajar lainnya, 6 dari AFS, dan 2 lagi dari Rotary, bersama-sama mempelajari apa yang orang-orang di sekitar perbincangkan. Setelah selesai 3 minggu pertama, dan 2 minggu Herbstferien, saya memulai rutinitas sehari-hari. 

Saat ini saya bersekolah di salah satu sekolah swasta bersama ketiga saudara saya yaitu di Waldorfschule-Marburg dan kebetulan sekelas dengan hostbro saya, Sascha. Oya, nggak kebetulan juga sih, emang disengajain sekelas. Kami sama-sama di kelas 11 bersama dengan 36 orang lainnya, dan ditambah seorang siswa AFS dari USA dan seorang siswi Rotary dari Australia. Oke jadi Waldorfschule sendiri adalah salah satu sekolah swasta khusus di Jerman, dan merupakan salah satu sekolah privat (dimana pemerintah Jerman hanya menanggung 35% biaya sekolah untuk setiap anak). Waldorfschule sendiri memang memiliki keistimewaan dari sekolah swasta lainnya. Dimana setiap angkatan memiliki pelajaran utama (Hauptunterricht) yang sama setiap dua jam pertama dari Senin sampai Jumat. Dan ini berlangsung selama 3 minggu. Misal, 3 minggu ini kelas 11 kedapetan pelajaran utama, sejarah. Jadi selama 3 minggu ini, setiap hari nya saya belajar sejarah di 2 jam pertama, baru dilanjut dengan pelajaran-pelajaran lainnya. Waldorfschule juga merupakan sekolah khusus karena tidak semua sekolah di Jerman memiliki tingkatan yang lengkap dari kindegarten sampai kelas 13, tetapi sekolah ini menyanggupi nya. Karena dari info yang saya dapatkan, sistem pembelajaran di Jerman ini agak unik, dimana setiap tahunnya ada 2 angkatan yang bisa masuk ke studium (universitas), yaitu dari angkatan yang kelas 12 dan kelas 13. Jadi prinsip ini dikembalikan kepada individu nya, apakah masih pengen seneng main-main di sekolah, ya mereka bisa mengambil ujian di kelas 13 nantinya. Atau kalau misalnya sudah pengen cepet selesai sekolah, ya tinggal ambil ujian pas di kelas 12 nya. 

Yang saya kagumi dari Waldorfschule adalah, bagaimana mereka membuat sekolah bukan sebagai sesuatu yang membebani para siswanya, karena selalu diimbangi dengan seni atau keterampilan. Dan setiap yang sekolah di Waldorfschule pasti tidak asing dengan pertanyaan ‘can you dance your name?’. Itu karena hanya di Waldorfschule lah diajarkan Eurythmie, dimana di pelajaran itu kami diajarkan untuk membuat gerakan slow motion dari alfabet. Awalnya Eurythmie ini bertujuan yang sama seperti yoga. Beda nya, kalau yoga harus berkonsentrasi dengan berdiam diri, sedang Eurtyhmie ini menggunakan gerakan-gerakan. Dan yang dipraktek an di Waldorfschule adalah membuat gerakan slow motion dan biasanya diiringi dengan pembacaan puisi. Dan menurut saya ini sangat menarik. Buat yang mau tau Eurythmie itu gimana, coba cari di youtube dengan kata kunci ‘Eurythmie Waldorfschule’. Itu keren banget. Waldorfschule sendiri ada sekitar 200 an sekolah di seluruh Jerman, yang tersebar di banyak daerah, bahkan dari yang saya baca ada di beberapa negara Amerika dan Asia juga. 

Sekedar info, di kelas saya setiap paginya selalu ada semacam bacaan ikrar pagi gitu, secara bersama-sama. Oke mungkin ini fantasi, tapi jujur awalnya bacaan itu membuat saya merinding. Tapi semakin kesini, udah terbiasa, karna saya diberi tahu bahwa itu sebenernya adalah sebuah puisi Jerman. Nggak habis pikir, disini puisi dibaca nya kurang elok, berasa baca mantra gitu. Mantra pagi. 

Ada suatu cerita terselip yang sempat terjadi di bulan pertama kehadiran saya di negeri ini. Ketika itu saya berjalan keluar rumah, dan rumah kami disini letaknya berdekatan dengan Rathaus–Wetter (kantor pemerintahannya gitu), dan saya shock mendapati bendera merah putih berkibar di depan Rathaus diantara bendera jerman dan bendera uni eropa. Kali itu saya mengira saya disambut oleh pemerintah kota Wetter sebagai pendatang satu-satunya dari Indonesia. Tetapi akhirnya saya menyadari kekonyolan hal ini. Beberapa waktu sebelum keberangkatan saya ke Jerman, saya sempat mencari informasi mengenai tempat tinggal saya. Dan saat itu saya baru menyadari bahwa saya tinggal di negara bagian Hessen dimana negara bagian ini juga memiliki pola warna bendera yang sama dengan Indonesia. Dengan kata lain mungkin Hessen dan Indonesia sudah memiliki hubungan kekerabatan sebelumnya, hahaa

Terlalu banyak yang ingin saya ceritakan, dan saya kira tidak mungkin untuk membagi semuanya disini. Saat ini sudah 4 bulan saya menyandang gelar pelajar yang tertukar, sudah 4 bulan saya meninggalkan tanah air, dan sudah nyaris 6 bulan lagi saya menghirup suasana Jerman sebagai siswa pertukaran pelajar, dan nyaris 6 bulan lagi saya menanggalkan status sebagai siswa exchange. Sebagai siswa Asia satu-satu nya di sekolah, selalu ada pertanyaan yang terlontar dari setiap orang, terlebih karena saya menggunakan jilbab selama disini, dan terlebih di kota ini tidak begitu banyak muslim nya dibandingkan dengan kota lain. Sehingga perempuan muslim berjilbab itu termasuk pemandangan yang unik, mereka mengira karena saya orang Asia, jadi berada di suhu dingin itu terlalu sulit sehingga saya menutup seluruh kepala saya dengan kain yang biasa kita sebut jilbab itu. 

Sejujurnya untuk menceritakan makanan disini agaknya terlalu sedih, sampai-sampai ada sebuah intermezo : 
“Udah makan siang, Fath?” | “Sudah” | “Makan apa?” | “Roti nih” | “Emang tadi pagi makan apa?” | “Roti juga. Nggak sekalian nanya, nanti malem makan apa?” | “Roti?” ||. 
Haha, nggak kok, itu becandaan aja. Sehari-hari saya sekolah, makan siang di kafetaria sekolah, dan hampir nggak pernah makan roti. Sabtu-Minggu, Hostdad saya selalu masak, ntah apa itu, yang jelas bukan roti. Jadi secara tidak langsung saya tau beberapa makanan spesial Jerman, yang identik dengan beragam roti/ keju/ selalu manis-manis/ beruhubungan dengan sup/ kentang-kentang an. Dan sampai saat ini saya sudah beberapa kali ber-duet masak, masakan Indonesia bersama hostdad. Walaupun resep nya suka diganti-ganti sama dia. Host-parents saya 20 tahun lalu pernah menjelajah Indonesia selama 2 bulan, dari Jakarta-Bandung-Jogja-Bali-Lombok. Jadi mereka sedikit banyak tahu beberapa masakan khas Indonesia, Jawa khususnya. Dan sekedar info, mereka juga penggemar musik tradisional Jawa. 

Tetapi ya secara umum karena di Jerman kebanyakan imigran asal Turki, jadi makanan pun notabane asal Turki, seperti contohnya Döner atau yang familier dengan sebutan Kebab. Kalau masalah harga, yah, selama masih beli normal, dan tidak di kurs kan. Haha karena kalau apa-apa di kurs kan, bisa-bisa nggak hidup wajar-,- 

Sampai saat ini kalau mengingat hostfamily saya, saya selalu bersyukur karena saya dibesarkan di keluarga yang aktif dan membiasakan untuk mencoba sesuatu, mempelajari sesuatu dari hal-hal sederhana sampai yang bisa dibilang ‘gila’. Karena bisa dibilang hostfamily saya disini adalah keluarga yang ya bisa dibilang ‘berani mati’. Mentalnya udah bukan manusia yang sayang nyawa, sayang badan lagi. Seperti contohnya ketika saya menghabiskan liburan tahun baru bersama di Austria untuk Ski. Dan saat itu saya baru sadar bahwa ski itu salah satu olahraga yang memiliki resiko kecelakaan tinggi. Dan memang kegiatan yang mereka lakukan itu nggak nanggung-nanggung, sekalian yang beneran ekstrim. Buat mereka kegiatan seperti itu sangatlah fun, dan sama sekali nggak ekstrim. Oke.

Ada sebuah pernyataan yang sering kali terngiang di kepala saya. Ketika itu Herbst(musim gugur) dan subuh jatuh sekitar pukul 5 lebih. Bagi kebanyakan orang pukul 5 itu masih dalam alam mimpi, dan saya pukul 5 udah bangun dan bersiap mandi, sholat subuh, dan persiapan ke sekolah. Padahal saya berangkat ke sekolah dengan bus pukul 7:20. Orang lain shock denger saya bangun sepagi itu, saya lebih shock lagi denger mereka shock bangun jam 5 dikatain gila -.-


Bagi saya, Jerman merupakan negeri yang sangat nyaman untuk belajar, bekerja, bahkan sekalipun untuk berlibur. Begitu banyak pelajar Indonesia yang saya temui disini berambisi untuk mendapatkan gelar kelulusan dari negeri ini. Negeri ini begitu terasa nyaman untuk pelajar asing berada diantara sekelimpungan orang-orang Jerman. Ya, atmosfer itulah yang saya rasakan.
Oya, kurang lebih dalam kurun waktu 1,5 bulan kedepan rencana kegiatan besar saya di Jerman adalah study tour yang merupakan acara tambahan dari AFS Jerman, seperti menjadi siswa exchange yang di exchange lagi. Jadi siswa-siswi AFS di Jerman diberikan 16 pilihan tema kegiatan, dimana kami diharuskan membuat preferensi sesuai dengan kegiatan yang paling kita minati. Ini bukan merupakan kegiatan wajib, karena butuh biaya lagi untuk mengikuti kegiatan ini. Dan selama kegiatan ini kami akan ditempatkan di keluarga yang berbeda selama 2 minggu, dan bersekolah di tempat yang berbeda pula. Dan study nya sendiri adalah seminar yang diadakan sesuai dengan tema kegiatan, selama 4 hari. Dan saya alhamdulillah dapat tema kegiatan sesuai dengan pilihan preferensi pertama saya, yaitu ‘Autostadt’ di Wolfsburg. Tema kegiatan tersebut adalah berkunjung untuk belajar di perusahaan mobil terbesar Jerman, Volkswagen(VW). Dan saat ini saya sedang menunggu sort hostfamily, di daerah Wolfsburg, negara bagian Niedersachsen, sekitar 3 jam-an dari tempat saya. Ya, mudah-mudahan diberikan kelancaran buat semuanya. 

Selama disini saya selalu menyempatkan waktu untuk menuliskan sesuatu yang selalu ingin saya ceritakan. Dan sebelum saya berangkat, saya sempat membuat sebuah media di dunia maya, sebagai tempat saya untuk bercerita. Karena rasanya begitu sayang jika dilewatkan begitu saja, tanpa ada yang ikut merasakan ke-alamiahan, ke-indahan, pengalaman yang saya rasakan disini. Dan setelah saya menanggalkan status pelajar yang tertukar ini, ada ide dari ibunda untuk membuku kan cerita, pengalaman, dan semua yang saya lihat,saya rasakan dan saya alami disini, yang sampai sekarang masih dalam progres penulisan di tumblr. Dan jika ada kesempatan atau waktu luang dan berminat untuk menjadi bagian dari pembaca, saya menuliskan semuanya di www.storyfromobertor1wetter.tumblr.com 

Dan saya berharap rekan-rekan yang membaca cerita saya dapat mengambil pelajaran yang baiknya, sehingga dapat berguna untuk kedepannya. Terima kasih atas dukungan dan doa dari rekan-rekan semua. Selamat berkarya! Viva Indonesia! 

Wassalamualaikum.Wr.Wb.


You may also like

3 komentar:

  1. Fathiya bakal puasa roti begitu balik ke Indonesia. Yakin deh.....:)

    BalasHapus
  2. cool buangeeeeeeeeetttttttt, aku envy :'( hiks
    congrats ya buat kakak, semoga sukses selalu ;)

    BalasHapus
  3. Perfekt mein Scwester Fathiya ;)

    BalasHapus